INSTIKA; Kampus Berbasis Pesantren, Berlandaskan Ahlussunna Wal Jamaah

INSTIKA Kampus Berbasis Pesantren Berlandaskan Ahlussunna Wal Jamaah

Dibelahan bumi Guluk-Guluk, tepatnya paling barat Kabupaten Sumenep, Provinsi Jawa Tengah tampak berdiri sebuah  lembaga perguruan tinggi agama Islam swasta,  yakni Institut Ilmu Keislaman Annuqayah  (Instika) yang berada langsung  di bawah naungan pesantren. Meski sudah berdiri kurang lebih kira-kira 34 tahun lamanya, ia tetap berdiri kokoh sampai detik ini, menjulang tinggi dibukit lancaran (bahasa; sebutan penggunungan di Instika) yang penuh dengan gundukan-gundukan batu-batu besar dan semerbak dengan pohon-pohon jati yang menghijaukan kampus Instika.

Bacaan Lainnya

Selain itu,  secara gaeografis Instika  jauh dari berbeda dengan kampus-kampus di wilayah lain  yang hidup dan tumbuh di wilaya perkotaan dan di tengah  keramain lalu lalang kendaran mobil, bermotor sekaligus pejalan kaki, kendati dimana segala informasi yang terus hadir memungkinkan mudah untuk meng-akses-nya. Jauh dari hingar-bingar kehidupan yang dinamakan modernisme. ia merupakan salah satu kampus yang merpresentasikan kosmologi tradisionalis  pesantren dan mendasarkan kepada epistemologi nilai pesantren Annuqayah.

Pada dasarnya Instika merupakan salah satu lembaga perguruan tinggi agama yang lahir dan tumbuh dari hasil formulasi masyarakat tradisonalis yaitu para kiai dan sejumlah masyaih pesantren Annuqayah. Sebagai perguruan tinggi agama yang lahir dari rahim ruh pesantren merupakan bagian benteng dari pendidikan sosio-kultur masyarakat. Sebagaimana diungkapkan oleh salah satu pemikir Islam, Abdullah Nashih Ulwan. Ia menegasakan secara bijaksana tujuan pendidikan. Menurutnya, tujuan  revolusioner pendidikan  adalah melakukan pengembangkan dan meningkatkan potensi dan bakat yang sudah menjadi fitrah manusia,  agar nantinya menembus beragam khazana keilmuan secara mendalam dan radikal.

Dalam kesemptan lain, Nasih Ulwan juga mengungkapkan bahwa pendidikan harus berperan dalam mengembangkan tiga unsur yang melekat pada hakikat manusia, yaitu;  jiwa, fisik dan intelektual. Sehingga pada titik aksiologinya senantiasa  terbentuk manusia yang sempurna.  Secara jiwa bagaimana peserta didik memiliki keimanan dan ketakwaan kepada Allah Swt.  Sementara secara fisik bertujuan agar peserta didik memiliki kepribadian yang santun,  berakhlak,  dengan baik. Adapun intelektual, peserta didik diarahkan dan dibingbing agar mampu berwawasan dan berpengatahuan yang komprehensif  dan berbekal kompetensi akademik   yang bisa menunjang  peserta didik tetap adaptif terhadap realitas. Dengan demikian instika sangat memegang teguh prinsip pendidikan dengan dielaborasiakan dangan visi-misi pesantren annuqayah.

Sebagai halnya perguruan tinggi  yang berbasis pesantren. Instika hingga detik ini, secara konsisten memegang teguh visi-misi keislaman yang serat dengan nilai dan berlandaskan ahlussunnah wal jamah, hal demikian merupakan bagian ruh Instika tetap bergerak dan berkembang untuk menetaskan mahasiswa yang memiliki khazana keagaman dan berakhlakul karimah. Terbukti bahwa Instika salah satu kampus yang mentransformasikan nilai-nilai keagaman dengan baik. mampu membentuk manusia yang shaleh secara sosial dan shaleh secara pribadi. Kendati demikian  tidak terlepas juga dari cita-cita bangsa yang tertuang di dalam Undang-Undang 1945, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa_baik cerdas secara  intelektual, sosial dan moral.

Terlepas dari itu, jelas diberbagai titik perkembangannya Instika mengeluarkan jargon sebagai kampus “Tatakrama” sebuah jargon yang menjadi prinsib nilai dasar dan landasan yang mengarahkan kepada  seperangkat aturan.  Baik kepada seluruh akademitas kampus maupun berbagai fakta mahasiswa.  Dengan demikian Jargon tatakrama sudah menjadi bagian yang dibentuk oleh seluruh akademitas kampus Instika yang sekaligus bagian tanggung jawabnya. Hal itu, merupakan wujud konkrit kampus Instika. Karena sebagai lembaga yang lahir dari rahim peasantren, maka segala visi-misi Instika merupakan formulasi dari visi pesantren. Kenapa, karena Instika lahir tidak lain sebagai prisai dan nafas untuk mengembangkan visi kepesantrenan. Tidak berdiri secara idependen tapi berdampingan, berjalan searah dengan pesantren  yang serat dengan nilai-nilal khazana keagamaan.

Lebih tepatnya, jargon demikian memang dibentuk dengan berpedoman kepada visi pesantren Annuqayah (Majalah Fajar, edisi XXI, hlm 34). Salah satunya  mencetakz Abdullah yaitu hamba  Allah yang bertakwa. Yang Mufaqqih Fiddin yaitu pempelajar agama  dan menjadi Mundziru Qoum khidmat kepada masyarakat dan Rahamatal Lil Alamin untuk mewujudkan Islam sebagi rahmat bagi semuanya.  Dari ketiga komponen tersebut kemudian diformulasikan menjadi Tatakrama (taqwa, tafaqquh, khidmat dan rahmatal lil alamin). Namun prinsib Tatakrama yang disandang Instika Tidak hanya menjadi seperangkat aturan bagi semua komponen yang terlibat. Akan tetapi, lebih dari pada itu merupakan salah satu visi besar yang ingin diwujudkan dan dicapai oleh lembaga yang dibawah naungan pesantren annuqayah secara langsung (Instika). Selanjutnya, dalam pengertiannya Taqwa, menghamba kepada Allah, Tafaqquh mendalami dan menghayati agama. Khidmat mengapdi kepada umat. Rahmatan lil alamin yaitu mewujudkan islam sebagai rahmat bagi semua orang.

Dengan demikian Instika ingin meretas seluruh mahasiswa yang teringtegrasikan dan mencerminkan seluruhnya terhadap jargon tersebut. yaitu bertakwa kepada Allah,  kendati sebagai upaya dan usaha yang selalu dipegang teguh untuk menyadarkan mahasiswa sebagai manusia yang diciptakan untuk mengabdi dan bertakwa kepada Allah. kemudian mempunyai kecakapan beragam khazana keilmuan yang tidak sekedar tahu, melainkan dari berbagai ilmu yang dikuasai mampu diabdikan dan ditransformasikan kepada  umat serta menjadi mahasiswa yang memberikan rahmat  kepada manusia lainnya.

Hal demikian, sampai detik ini, tetap dijaga, dirawat, dan dilestaraikan. Supaya prinsib yang dipegang teguh dapat menetaskan mahasiswa yang siap, menjadi peminpin yang membawa perubahan. Seirama dengan apa diungkapkan oleh Daniel C. Neale dengan jelas menunjukkan bahwasanya “peminpin yang kuat yang dapat menciptakan perubahan”. Hal demikian sesuai dengan visi Instika yang berjargon Tatakrama, yang penulis rasa sangat relegiun dan relevan dengan realitas dewasa ini.  Suatu realitas yang sesak  dengan segala persoalan, yang semakin menghegemoni dan akut terjadi yang juga merembes keberbagai sektor pendidikan.

Ditengah hingar-bingar realitas yang semakin mencekam. dibalik situasi yang demikian, maka sangat dibutuhkan sebuah satuan pendidikan  yang secara sadar berkomitmen  membetuk kepribadian yang shaleh,  berakhlak,  dan santun sebagaimana Instika.  Sebab sebagaimana yang terjadi hari ini, seiring dengan perkembangan dinamika kehidupan, seirama juga dengan kemajuan teknologi. disitu terdapat benturan antara mencapaian pendidikan dengan idealitas mahasiswa.

Dengan demikian prinsib Tatakrama  merupakan suatu icon dan fakta unik yang dimiliki kampus Instika. Suatu prinsib yang diupayakan dapat adaptis terhadap realiatas sekarang. Terbukti jika Mahasiswa yang saat ini cenderung paragmatis, meteralis dan komsumtif. Pada saat itu, maka tidak ayal jika diberbagai perkembangan dinamika kehidupan mahasiswa senantiasa diseret pada persoalan moralitas yang amat signifikan.

Maka sudah sepatutnnya di tengah keadaan tersebut, Instika sebagai kampus Tatakrama sudah sepantasnya dikatan sebagai salah satu perguruan tinggi agama  islam yang berbasis kepesantrenan dan berlandaskan  Aswaja patut menjadi pilihan dan bunga pengharapan baik oleh orang tua  anak maupun calon mahasiswa itu sendiri. Karena  sudah seyogyanya Instika  patut tampil di dalam meredam dinamikia sosial-kultural hari ini untuk mendorong pada arah perubahan dan penanaman nilai keislaman lebih mengakar kepada generasi bangsa. Wallahu  alam.

Penulis dalam artikel ini adalah Muhammad Yazid  Adalah salah satu santri pondok pesantren annuqayah daerah lubangsa. Lahir, tumbuh dan besar dari sebuah desa yang jauh dari keramain, yaitu; Banuaju Timur Batang-Batang Sumenep. Ia sekarang Tercatat sebagai mahasiswa Institut Ilmu Keislaman Annuqayah (INSTIKA) sejak 2013. Fakultas Tarbiyah  dan Prodi Pendidikan Agama Islam (PAI). Semester III. Kini ia aktiv mencari jati diri di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) komisariat guluk-guluk sumenep.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *